MAKALAH
GHIBAH DAN FITNAH
Di susun oleh :
FAJAR HIDAYAT
XI AKUNTANSI 1
SMK MUHAMMADIYAH 1 WONOSOBO
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 6 Tosarirejo Wonosobo 56311
KATA PENGANTAR
Sesungguhnya segala puji
bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, meminta ampunan
dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kita serta
keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “SIKAP TERBUKA” ini sebagai tugas dari mata pelajaran AKHLAQ tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada IBU , SMK MUHAMMADIYAH 1 WONOSOBO selaku guru pengampu mata pelajaran AKHLAQ yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan; rekan-rekan, serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini. Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.
Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “SIKAP TERBUKA” ini sebagai tugas dari mata pelajaran AKHLAQ tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada IBU , SMK MUHAMMADIYAH 1 WONOSOBO selaku guru pengampu mata pelajaran AKHLAQ yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan; rekan-rekan, serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini. Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.
Terima kasih.
Tim penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar................................................................................... 1
Daftar
isi............................................................................................. 2
Materi Ghibah dan
Fitnah.................................................................. 3
Penutup.............................................................................................. 5
I. GHIBAH
A. Pengertian Ghibah dan Hakekatnya
Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan mendatangkan
keburukan serta membuang-buang waktu secara sia-sia. Penyakit ini meluas di
masyarakat karena kurangnya pemahaman agama kehidupan yang semakin mudah dan
banyaknya waktu luang. Kemajuan teknologi telepon misalnya juga turut
menyebarkan penyakit masyarakat ini.
Hakekat
Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila
ia mengetahuinya baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan
nasab tabiat ucapan maupun agama hingga pada pakaian rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada
pada badan seperti mengatakan ia pendek hitam kurus dan lain sebagainya. Atau
pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong fasik munafik dan lain-lain.
Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah dan saat diperingatkan
ia menjawab “Yang saya katakan ini benar adanya!” Padahal Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah
ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau bagaimana bila yang disebut-sebut itu
memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan beliau menjawab “Jika
yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut maka engkau telah melakukan ghibah dan jika yang engkau
sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut maka engkau telah melakukan dusta atasnya.”
Ghibah
tidak terbatas dengan lisan saja namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau
isyarat seperti kedipan mata gerakan tangan cibiran bibir dan sebagainya. Sebab
intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu
ketika ada seorang wanita datang kepada ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha. Ketika wanita itu sudah pergi ‘Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang
menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
lantas bersabda “Engkau telah melakukan ghibah!” Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain
seperti menirukan cara jalan seseorang cara berbicaranya dan
lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah karena di samping mengandung unsur memberitahu
kekurangan orang juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.
Tak
kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan karena tulisan adalah lisan kedua.
Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang
paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian sensor perasaan malu masyarakat
menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan
sebagai aib yang seharusnya ditutupi perbuatan dosa menjadi makanan
sehari-hari.
B. Macam dan Bentuk Ghibah
Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk yang paling buruk adalah
ghibah yang disertai dengan riya’ seperti mengatakan “Saya berlindung kepada
Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini semoga Allah menjagaku
dari perbuatan itu.” padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya
kepada orang lain namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan
maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian seperti mengatakan “Betapa baik orang itu tidak pernah
meninggalkan kewajibannya namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang
banyak kita miliki kurang sabar.”
Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan
dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari
ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan “Saya kasihan terhadap
teman kita yg selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan.” Ucapan semacam ini bukanlah doa karena jika ia
menginginkan doa untuknya tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan
tidak menguta-rakannya semacam itu
C. Ghibah yang Diperbolehkan Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama.
Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan yaitu yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin tercapai kecuali
dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan
1.
Melaporkan perbuatan aniaya.
Orang
yang teraniaya boleh melaporkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah
dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah namun karena
dimaksudkan untuk tujuan yang benar maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
2.
Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar
dari perbuatan maksiat.
seperti
mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran
“Si Fulan telah berbuat tidak benar cegahlah dia!” Maksudnya adalah meminta
orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian maka
ucapan tadi adalah ghibah yg diharamkan.
3.
Untuk tujuan meminta nasehat.
Misalnya
dengan mengucapkan “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya apakah
perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan
demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?” Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih
selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya “Bagaimana hukumnya
bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya apakah hal itu diperbolehkan?”
Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.
4.
Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin .
Contoh
dalam hal ini adalah jarh yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diperbolehkan
menurut ijma’ ulama bahkan menjadi wajib karena mengandung maslahat untuk umat
Islam.
5.
Bila seseorang berterus terang.
dengan
menunjukkan kefasikan dan kebid’ahan seperti minum arak berjudi dan lain
sebagainya maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan
namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yang lain.
6.
Untuk memberi penjelasan.
dengan
suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dengan
sebutan si bisu si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila
dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila
memanggilnya dengan julukan yang ia senangi.
Taubat dari Ghibah Menurut ijma’ ulama ghibah termasuk dosa besar.
Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta’ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang
olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus
diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga
syaratnya yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut menyesali perbuatan yang
telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya harus
diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia yaitu
dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya
dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya
mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya
maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya
mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak
mengulanginya.
D. Kiat Menghindari Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang
sulit dideteksi dan sulit diobati ini ada beberapa kiat yg bisa kita lakukan.
·
Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan
dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
·
Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada
orang yang digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali maka
diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan
kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu niscaya seseorang
akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
·
Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha
memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri
bila membuka aib orang lain sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
·
Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya
sendiri hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah
menghindarkannya dari aib tersebut bukannya malah mengotori dirinya dengan aib
yg lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
·
Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya maka ia seperti orang
yg makan bangkai saudaranya sendiri sebagaimana yang difirmankan Allah “Dan
janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?”
·
Hukumnya wajib mengingatkan orang yang sedang melakukan ghibah
bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram dan dimurkai Allah.
·
Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah
dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah. Mudah-mudahan Allah selalu
menjauhkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji ini amin.
II. FITNAH
A. PENGERTIAN FITNAH
Fitnah adalah bentuk komunikasi kepada satu pihak atau
lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma / pemikiran negatif pada sesuatu
peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain, fitnah didasarkan pada fakta palsu
yang dipengaruhi oleh sifat penghormatan, buruk sangka, obsesi, atau
menjatuhkan dan / atau menaikkan nilai reputasi seseorang atau sesuatu pihak.
Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah
"cobaan" atau "ujian".
Fitnah merupakan Tuduhan (khabar, kisah dan lain-lain) yang diada-adakan (dibuat-buat) untuk memburukkan atau membencanakan seseorang.
Ada banyak media yang digunakan untuk menyebar Kabar palsu atau fitnah kepada sesuatu pihak. Fitnah bisa dilakukan melalui metode suara atau berbisik antara seseorang atau seseorang yang lain. Menggunakan media komunikasi modern seperti menggunakan media massa baik melalui berita, koran, radio, televisi, internet dan lain-lain. Fitnah juga bisa dikembangkan antara satu pihak bertentangan dengan pihak lain dengan hanya menjanjikan sesuatu dengan upah kepada pihak yang terlibat fitnah.
Fitnah merupakan Tuduhan (khabar, kisah dan lain-lain) yang diada-adakan (dibuat-buat) untuk memburukkan atau membencanakan seseorang.
Ada banyak media yang digunakan untuk menyebar Kabar palsu atau fitnah kepada sesuatu pihak. Fitnah bisa dilakukan melalui metode suara atau berbisik antara seseorang atau seseorang yang lain. Menggunakan media komunikasi modern seperti menggunakan media massa baik melalui berita, koran, radio, televisi, internet dan lain-lain. Fitnah juga bisa dikembangkan antara satu pihak bertentangan dengan pihak lain dengan hanya menjanjikan sesuatu dengan upah kepada pihak yang terlibat fitnah.
Fitnah antara individu
Menjatuhkan martabat individu, menyebabkan pertentangan, perampokan, pembunuhan antara individu yang satu dengan yang lain.
Fitnah antara keluarga
Menyebabkan keluarga sulit untuk saling memahami satu sama lain, hubungan antara keluarga selalu dipengaruhi rasa tidak tenteram, dendam, tidak ramah, sering bertelagah, pergaduhan, kekasaran, pukul-memukul, bercerai antara suami istri, kehilangan anak dan lain-lain.
Menjatuhkan martabat individu, menyebabkan pertentangan, perampokan, pembunuhan antara individu yang satu dengan yang lain.
Fitnah antara keluarga
Menyebabkan keluarga sulit untuk saling memahami satu sama lain, hubungan antara keluarga selalu dipengaruhi rasa tidak tenteram, dendam, tidak ramah, sering bertelagah, pergaduhan, kekasaran, pukul-memukul, bercerai antara suami istri, kehilangan anak dan lain-lain.
Fitnah antara masyarakat
Masyarakat menjadi tidak mufakat, enggan bekerja sama dalam aktivitas lingkungan, relawan, perselisihan antara komunitas, saling memburukkan antara berbagai pihak, kemajuan masyarakat menjadi turun, adanya kesenjangan sosial yang luas, pergaduhan, pencurian, perampokan, pembakaran kawasan penduduk, lingkungan yang tidak tentram, porak peranda dan lain-lain.
Fitnah antara politik / negara
Suasana hubungan antara partai politik tidak reda, sering terjadinya api kemarahan internasional, agama dan masyarakat. Jurang kemiskinan kian menjadi-menjadi, isu tuduh-menuduh terus merajalela, media arus perdana sering berat sebelah, kekacauan, kebangkitan suara rakyat yang meminta keadilan secara terang-terangan, pergaduhan antara pemerintah dan rakyat, ekonomi negara statis / hancur atau tak menentu dan tingkat inflasi meningkat, perang, kerusakan harta benda dan lain-lain.
B. BAHAYA FITNAH
Berbicara
tentang kejelekan orang lain dan mencelanya disebut menggunjing jika benar, dan
disebut fitnah jika tidak
benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak
lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi
perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita,
niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.
Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan,
apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk
fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan
kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang
pendusta.'' (Al-Nahl: 105).
Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap
masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu
domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam
dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk
surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama
mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan
rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia
untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.
Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam
bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari
materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila akidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti
keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada akidah tidak
akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan akidahnya itu, ia tidak ingin
tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.
benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak
lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi
perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita,
niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.
Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan,
apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk
fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan
kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang
pendusta.'' (Al-Nahl: 105).
Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap
masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu
domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam
dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk
surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama
mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan
rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia
untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.
Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam
bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari
materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila akidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti
keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada akidah tidak
akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan akidahnya itu, ia tidak ingin
tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.
C. Dalil Al Qur’an dan Hadits tentang Fitnah
Dalil Al Qur’an :
Al-Baqarah (2) : 191
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ
2.191. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi
orang-orang kafir.
Al-Baqarah (2) : 193
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ فَإِنِ
انتَهَواْ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ
2.193. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.
Al-Baqarah (2) : 217
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ
وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ
مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ
يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ
مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ
فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
2.217. Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.
Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Al-’Imran (3) : 7
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ
الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ
مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ
تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ
كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
3.7. Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan
yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
An-Nisa (4) : 91
سَتَجِدُونَ آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُواْ قَوْمَهُمْ كُلَّ
مَا رُدُّوَاْ إِلَى الْفِتْنِةِ أُرْكِسُواْ فِيِهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ
وَيُلْقُواْ إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوَاْ أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثِقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلَـئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَاناً مُّبِيناً
4.91. Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud
supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka
diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu
jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian
kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah
mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu
alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Al-An’am (6) : 23
Al-An’am (6) : 23
ثُمَّ لَمْ تَكُن فِتْنَتُهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ وَاللّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا
مُشْرِكِينَ
6.23. Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah,
Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah”.
Al-Anfal (8) : 39
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلّه
فَإِنِ انتَهَوْاْ فَإِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
8.39. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah . Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
At-Taubah (9) : 49
وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ ائْذَن لِّي وَلاَ تَفْتِنِّي أَلاَ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُواْ
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
9.49. Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan
(tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam
fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan
sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.
Yunus (10) : 85
فَقَالُواْ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ
10.85. Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan
kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim,
Al-Ankabut (29) : 10
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ
فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِن جَاء نَصْرٌ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ
إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
29.10. Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada
Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia
menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah
besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia?
Al-Mumtahana (60) : 5
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا
إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
60.5. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi
orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
III. GHIBAH DAPAT MENJADI FITNAH
Berbicara tentang aib orang lain, jika aib yang dikatakan benar, disebut menggunjing
atau ghibah, dan disebut fitnah jika yang dikatakan tidak benar.
Manusia memang tidak lepas dari kesalahan dan lupa, manusia bisa saja berbuat
khilaf. Bersyukurlah kita sebagai manusia, karena kita hidup di balik tabir,
yang oleh Allah SWT dengan kebijakan-Nya digunakan untuk menutupi
perbuatan-perbuatan buruk kita. Seandainya saja tabir Ilahi ini diangkat
untuk memperlihatkan semua kesalahan dan keburukan kita, niscaya semua orang
akan mengetahui semua keburukan-keburukan dan kesalahan-kesalahan yang kita
lakukan. Yang mengakibatkan masyarakat akan membenci kita.
Coba kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, bagaimana rasanya
apabila kita yang menjadi orang yang digunjingkan/dighibah? Pastinya, tidak
akan ada seorangpun yang mau aibnya terbuka. Dan pastinya, tidak
ada seorangpun yang senang bila di ghibah/gunjingkan. Dan malah biasanya, ada dari kita yang
akan bereaksi marah, apabila mendapati kenyataan dirinya di gunjingkan orang.
Karena itulah agama islam melarang kita untuk saling ghibah, menggunjing
(membicarakan aib orang lain) apalagi, menfitnah.
Kita harus akui dengan jujur, bahwa ada dari kita yang kadang dalam
menyampaikan sesuatu, suka melebih-lebihkan/menambah-nambahkan, entah kenapa, sehingga jarang sekali,
kita bisa menyampaikan sesuatu dengan pas, tidak ditambah-tambahkan dan tidak
dikurangi. Dalam kaitan dengan ghibah, kalau aib orang yang kita
bicarakan itu benar, maka itu disebut ghibah. Namun seringkali ghibah
berkembang menjadi sebuah fitnah, karena kebiasaan kita yang suka
melebih-lebihkan, menambah-nambahkan omongan. Ketahuilah, omongan yang kita
tambah-tambahkan / lebih-lebihkan itulah, yang termasuk fitnah.
Banyak ayat suci Al Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang melarang
keras segala bentuk ghibah dan fitnah, antara lain:
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al
Hujurat [49] ayat 12)
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya
mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (Al-Nahl: 105).
Perhatikan sabda
Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para
sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw:
“engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata
para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang
dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan
benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu
bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR
Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
Muslim dengan muslim
lainnya itu bersaudara, tidak boleh mengkhianati, mendustakan dan
menghina. Setiap muslim dengan muslim lainnya haram kehormatan, harta dan
darahnya. Taqwa itu disini ! (sambil nabi SAW menunjuk pada dadanya) Cukup
disebut seorang itu jahat jika ia mencaci saudaranya sesama muslim (HR. Muslim 2564)
Barangsiapa yang membela
kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka
kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi 1932, Ahmad 6/450
Tidak dapat dipungkiri
bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap seseorang yang difitnah, tapi juga
terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita, seringkali terjadi keributan dan
kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya
bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan
lebih kejam dari pembunuhan. Bahkan,
Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dalam sabdanya, ”Tidak akan
masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).”
(HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Untuk itu, marilah kita
jauhi segala macam bentuk ghibah, pergunjingan apalagi fitnah.Karena sebuah
masalah besar, berawal dari masalah kecil. Ributnya sekelompok warga,
seringkali terjadi karena kesalahan atau pertikaian satu orang. Untuk
itu, apabila kita mengetahui ada saudara semuslim kita yang melakukan
kesalahan, tegurlah secara langsung dan sampaikanlah dengan baik-baik. Apabila
ia masih belum juga mampu menyadari kesalahannya, kita doakan semoga Allah SWT
memberikan hidayah kepada-Nya.
Tugas kita sebagai
sesama muslim, hanyalah mengingatkan bila ada saudara kita yang tersesat dari
jalan yang benar, tapi kita juga harus ingat, bahwa kita tidak akan bisa
merubah seseorang menjadi lebih baik, bila orang itu sendiri tidak berusaha
merubahnya. Jadi semuanya kita kembalikan kepada Allah SWT.
PENUTUP
Demikian yang
dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Penyusun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar