Senin, 07 Mei 2012

makalah ahlaq ghibah dan fitnah


MAKALAH
GHIBAH DAN FITNAH













Di susun oleh :



FAJAR HIDAYAT



XI AKUNTANSI 1



SMK MUHAMMADIYAH 1 WONOSOBO
Jl. K.H. Ahmad Dahlan  No. 6 Tosarirejo Wonosobo 56311

KATA PENGANTAR


Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, meminta ampunan dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kita serta keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “SIKAP TERBUKA” ini sebagai tugas dari mata pelajaran AKHLAQ tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada IBU , SMK MUHAMMADIYAH 1 WONOSOBO selaku guru pengampu mata pelajaran AKHLAQ yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan; rekan-rekan, serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini. Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.

Terima kasih.




Tim penyusun












DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................        1
Daftar isi.............................................................................................           2
Materi Ghibah dan Fitnah..................................................................    3
Penutup..............................................................................................            5





















I.            GHIBAH


A.           Pengertian Ghibah dan Hakekatnya


Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan mendatangkan keburukan serta membuang-buang waktu secara sia-sia. Penyakit ini meluas di masyarakat karena kurangnya pemahaman agama kehidupan yang semakin mudah dan banyaknya waktu luang. Kemajuan teknologi telepon misalnya juga turut menyebarkan penyakit masyarakat ini.
Hakekat Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan nasab tabiat ucapan maupun agama hingga pada pakaian rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek hitam kurus dan lain sebagainya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong fasik munafik dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah dan saat diperingatkan ia menjawab “Yang saya katakan ini benar adanya!” Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan beliau menjawab “Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut maka engkau telah melakukan ghibah dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut maka engkau telah melakukan dusta atasnya.
Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kedipan mata gerakan tangan cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Ketika wanita itu sudah pergi ‘Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lantas bersabda “Engkau telah melakukan ghibah!” Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah karena di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.
Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.

B.            Macam dan Bentuk Ghibah


Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya’ seperti mengatakan “Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu.” padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian seperti mengatakan “Betapa baik orang itu tidak pernah meninggalkan kewajibannya namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki kurang sabar.” Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan “Saya kasihan terhadap teman kita yg selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan.” Ucapan semacam ini bukanlah doa karena jika ia menginginkan doa untuknya tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak menguta-rakannya semacam itu

C.           Ghibah yang Diperbolehkan Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama.

Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan
1.       Melaporkan perbuatan aniaya.
Orang yang teraniaya boleh melaporkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
2.       Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat.
seperti mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran “Si Fulan telah berbuat tidak benar cegahlah dia!” Maksudnya adalah meminta orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian maka ucapan tadi adalah ghibah yg diharamkan.
3.       Untuk tujuan meminta nasehat.
Misalnya dengan mengucapkan “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?” Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya “Bagaimana hukumnya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya apakah hal itu diperbolehkan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.
4.       Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin .
Contoh dalam hal ini adalah jarh yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diperbolehkan menurut ijma’ ulama bahkan menjadi wajib karena mengandung maslahat untuk umat Islam.
5.       Bila seseorang berterus terang.
dengan menunjukkan kefasikan dan kebid’ahan seperti minum arak berjudi dan lain sebagainya maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yang lain.

6.       Untuk memberi penjelasan.
dengan suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dengan sebutan si bisu si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dengan julukan yang ia senangi.

Taubat dari Ghibah Menurut ijma’ ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta’ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya.

D.           Kiat Menghindari Ghibah


Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini ada beberapa kiat yg bisa kita lakukan.
·         Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
·         Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu niscaya seseorang akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
·         Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
·         Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yg lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
·         Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya maka ia seperti orang yg makan bangkai saudaranya sendiri sebagaimana yang difirmankan Allah “Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
·         Hukumnya wajib mengingatkan orang yang sedang melakukan ghibah bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram dan dimurkai Allah.
·         Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah. Mudah-mudahan Allah selalu menjauhkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji ini amin.


II.          FITNAH


A.           PENGERTIAN FITNAH


Fitnah adalah bentuk komunikasi kepada satu pihak atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma / pemikiran negatif pada sesuatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain, fitnah didasarkan pada fakta palsu yang dipengaruhi oleh sifat penghormatan, buruk sangka, obsesi, atau menjatuhkan dan / atau menaikkan nilai reputasi seseorang atau sesuatu pihak. Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah "cobaan" atau "ujian".

Fitnah merupakan Tuduhan (khabar, kisah dan lain-lain) yang diada-adakan (dibuat-buat) untuk memburukkan atau membencanakan seseorang.

Ada banyak media yang digunakan untuk menyebar Kabar palsu atau fitnah kepada sesuatu pihak. Fitnah bisa dilakukan melalui metode suara atau berbisik antara seseorang atau seseorang yang lain. Menggunakan media komunikasi modern seperti menggunakan media massa baik melalui berita, koran, radio, televisi, internet dan lain-lain. Fitnah juga bisa dikembangkan antara satu pihak bertentangan dengan pihak lain dengan hanya menjanjikan sesuatu dengan upah kepada pihak yang terlibat fitnah.

Fitnah antara individu
Menjatuhkan martabat individu, menyebabkan pertentangan, perampokan, pembunuhan antara individu yang satu dengan yang lain.

Fitnah antara keluarga
Menyebabkan keluarga sulit untuk saling memahami satu sama lain, hubungan antara keluarga selalu dipengaruhi rasa tidak tenteram, dendam, tidak ramah, sering bertelagah, pergaduhan, kekasaran, pukul-memukul, bercerai antara suami istri, kehilangan anak dan lain-lain.

Fitnah antara masyarakat
Masyarakat menjadi tidak mufakat, enggan bekerja sama dalam aktivitas lingkungan, relawan, perselisihan antara komunitas, saling memburukkan antara berbagai pihak, kemajuan masyarakat menjadi turun, adanya kesenjangan sosial yang luas, pergaduhan, pencurian, perampokan, pembakaran kawasan penduduk, lingkungan yang tidak tentram, porak peranda dan lain-lain.

Fitnah antara politik / negara
Suasana hubungan antara partai politik tidak reda, sering terjadinya api kemarahan internasional, agama dan masyarakat. Jurang kemiskinan kian menjadi-menjadi, isu tuduh-menuduh terus merajalela, media arus perdana sering berat sebelah, kekacauan, kebangkitan suara rakyat yang meminta keadilan secara terang-terangan, pergaduhan antara pemerintah dan rakyat, ekonomi negara statis / hancur atau tak menentu dan tingkat inflasi meningkat, perang, kerusakan harta benda dan lain-lain.

B.            BAHAYA FITNAH


Berbicara tentang kejelekan orang lain dan mencelanya disebut menggunjing jika benar, dan disebut fitnah jika tidak
benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak
lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi
perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita,
niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.

Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan,
apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk
fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan
kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang
pendusta.'' (Al-Nahl: 105).

Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap
masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu
domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam
dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk
surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama
mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan
rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia
untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.

Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam
bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari
materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila akidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti
keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada akidah tidak
akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan akidahnya itu, ia tidak ingin
tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.


C.           Dalil Al Qur’an dan Hadits tentang Fitnah


Dalil Al Qur’an :
Al-Baqarah (2) : 191
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ
2.191. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
Al-Baqarah (2) : 193
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ فَإِنِ انتَهَواْ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ
2.193. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
Al-Baqarah (2) : 217
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
2.217. Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Al-’Imran (3) : 7
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
3.7. Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
An-Nisa (4) : 91
سَتَجِدُونَ آخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُواْ قَوْمَهُمْ كُلَّ مَا رُدُّوَاْ إِلَى الْفِتْنِةِ أُرْكِسُواْ فِيِهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُواْ إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوَاْ أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثِقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلَـئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَاناً مُّبِيناً
4.91. Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.

Al-An’am (6) : 23
ثُمَّ لَمْ تَكُن فِتْنَتُهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ وَاللّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ
6.23. Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah”.
Al-Anfal (8) : 39
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلّه فَإِنِ انتَهَوْاْ فَإِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
8.39. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah . Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
At-Taubah (9) : 49
وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ ائْذَن لِّي وَلاَ تَفْتِنِّي أَلاَ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُواْ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
9.49. Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.
Yunus (10) : 85
فَقَالُواْ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
10.85. Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim,
Al-Ankabut (29) : 10
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِن جَاء نَصْرٌ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
29.10. Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?
Al-Mumtahana (60) : 5
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
60.5. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.



III.        GHIBAH DAPAT MENJADI FITNAH


Berbicara tentang aib orang lain, jika aib yang dikatakan benar, disebut menggunjing atau ghibah, dan disebut fitnah jika yang dikatakan  tidak benar. Manusia memang tidak lepas dari kesalahan dan lupa, manusia bisa saja berbuat khilaf. Bersyukurlah kita sebagai manusia, karena kita hidup di balik tabir, yang oleh Allah SWT dengan kebijakan-Nya digunakan untuk menutupi perbuatan-perbuatan buruk kita.  Seandainya saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan keburukan kita, niscaya semua orang akan mengetahui semua keburukan-keburukan dan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Yang mengakibatkan masyarakat akan membenci kita.
Coba kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, bagaimana rasanya apabila kita yang menjadi orang yang digunjingkan/dighibah? Pastinya, tidak akan ada seorangpun yang mau aibnya  terbuka.  Dan pastinya, tidak ada seorangpun yang senang bila di ghibah/gunjingkan. Dan malah biasanya, ada dari kita yang akan bereaksi marah, apabila mendapati kenyataan dirinya di gunjingkan orang. Karena itulah agama islam melarang  kita untuk saling ghibah, menggunjing (membicarakan aib orang lain)  apalagi, menfitnah.
Kita harus akui dengan jujur, bahwa ada dari kita yang kadang dalam menyampaikan sesuatu, suka melebih-lebihkan/menambah-nambahkan, entah kenapa, sehingga jarang sekali, kita bisa menyampaikan sesuatu dengan pas, tidak ditambah-tambahkan dan tidak dikurangi.  Dalam kaitan dengan ghibah, kalau aib orang yang kita bicarakan itu benar, maka itu disebut ghibah. Namun seringkali ghibah berkembang menjadi sebuah fitnah, karena kebiasaan kita yang suka melebih-lebihkan, menambah-nambahkan omongan. Ketahuilah, omongan yang kita tambah-tambahkan / lebih-lebihkan itulah, yang termasuk fitnah.
Banyak ayat suci Al Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang melarang keras segala bentuk ghibah dan fitnah, antara lain:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al Hujurat [49] ayat 12)
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (Al-Nahl: 105).
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
Muslim dengan muslim lainnya itu bersaudara, tidak boleh mengkhianati, mendustakan dan menghina. Setiap muslim dengan muslim lainnya haram kehormatan, harta dan darahnya. Taqwa itu disini ! (sambil nabi SAW menunjuk pada dadanya) Cukup disebut seorang itu jahat jika ia mencaci saudaranya sesama muslim (HR. Muslim 2564)
Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi 1932, Ahmad 6/450
Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap seseorang yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita, seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam dari pembunuhanBahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dalam sabdanya, ”Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).” (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Untuk itu, marilah kita jauhi segala macam bentuk ghibah, pergunjingan apalagi fitnah.Karena sebuah masalah besar, berawal dari masalah kecil. Ributnya sekelompok warga, seringkali terjadi karena kesalahan atau pertikaian satu orang. Untuk itu, apabila kita mengetahui ada saudara semuslim kita yang melakukan kesalahan, tegurlah secara langsung dan sampaikanlah dengan baik-baik. Apabila ia masih belum juga mampu menyadari kesalahannya, kita doakan semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada-Nya.
Tugas kita sebagai sesama muslim, hanyalah mengingatkan bila ada saudara kita yang tersesat dari jalan yang benar, tapi kita juga harus ingat, bahwa kita tidak akan bisa merubah seseorang menjadi lebih baik, bila orang itu sendiri tidak berusaha merubahnya. Jadi semuanya kita kembalikan kepada Allah SWT.









PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.






Penyusun


Tidak ada komentar:

Posting Komentar